Rabu, 17 Juni 2009

MEMBINA RUMAH TANGGA "SAMARA" (3)


C. KEHIDUPAN DI TEBET TIMUR. (1968-1974)


1. Memulai Kehidupan Baru.

Kawasan Tebet termasuk daerah “Elit” sesudah Menteng dan Kebayoran, tinggal didaerah ini harus mempunyai kesiapan mental yang tangguh terutama bagi penghuni yang kondisi ekonominya pas-pasan seperti keadaan kami pada saat itu. Untunglah telah dilandasi dengan ajaran agama yang didapat dibangku kuliah sebelum ini, sehingga tidak akan merasa minder terhadap tetangga yang berada (kaya) dan tidak pula akan mengangkat bahu terhadap masyarakat yang terjepit. Dan menyadari betul bahwa hidup ini adalah “perjuangan”, jika gigih berusaha, sabar menghadapi kesusahan serta pasrah dan tawakkal kepada Allah dengan menjaga ibadah kepadaNya, Insya Allah akan mendapatkan keberkahan. Dan Allah berjanji dalam firman Nya : “ Inna ma’al ‘usri yusro “ “sesungguhnya sesudah kesulitan itu akan diikuti oleh kemudahan”.
Demikianlah kami memulai hidup di kawasan Tebet. Rumah kami yang sederhana berada didepan rumah mewah kepunyaan Konglomerat yang berasal dari daerah Palembang, beliau Direktur Perusahaan Pelayaran ternama dan beberapa Perusahaan besar lainnya. Setiap anggota keluarganya yang berjumlah 6 orang itu dilayani oleh supir dan pembantu masing-masing. Supir dan pembantu pada umumnya berasal dari daerah Palembang sehingga sehari-hari sering kami berkomunikasi dan berbincang kepada mereka dengan menggunakan bahasa Palembang.
Kegiatan awal yang kami lakukan adalah mengambil simpati lingkungan dengan membuka Pengajian Anak-Anak dirumah kami yang mendapat sambutan dari masyarakat sekeliling sehingga banyak murid yang mengikuti Pengajian ini.
Kemudian membuka warung manisan yang menjual kebutuhan pokok ringan, seperti rokok, gula kopi, bumbu masak, permen dan lain-lain. Pada pagi hari saya berangkat ketempat tugas sebagai Guru PGAN di Mampang Perapatan.
Kegiatan dirumah kami ini membuahkan hasil simpati dan kepercayaan lingkungan, setelah dua tahun kami berada disini pada kesempatan Pemilihan Ketua RT secara aklamasi kami terpilih, sehingga saya menjabat sebagai Ketua Rt. 0012 - RW O5, beberapa tahun kemudian saya dipilih oleh 10 orang Ketua Rt untuk menjadi Ketua RW 05 Kelurahan Tebet Timur. Pada kesempatan lain Iyang secara aklamasi dipilih oleh warga menjadi Ketua Rt.0012. sehingga Warga Rt.0012 apabila berurusan sekaligus bertemu dengan Ketua RT dan Ketua RW (Sangat Praktis)
Kegiatan pengajian dirumah meningkat menjadi Guru Privat Lest Agama dirumah Konglomerat depan rumah . Pengalaman mengajar Privat Les Agama ini kemudian berlanjut mengajar dirumah-rumah para Pejabat dan Pembesar lainnya, seperti dirumah keluarga H.Husen mantan Gubernur Sumatera Selatan yang terletak di Jl.Maluku Menteng, dirumah Bapak H. Alamsyah Ratu Prawiranegara di Jalan Proklamasi, dirumah Bapak Nasrul Pengusaha Besar Minang didaerah Tebet, dirumah Bapak Natalegawa Direktur Bank Bumi Daya yang terletak di Perumahan Elit Simpruk, dirumah Toni Sulaeman konglomerat dari Sumatera Selatan yang terletak persis didepan Istana Presiden Suharto di Jalan Cendana, dirumah Rahmawati putri Presiden Sukarno di daerah Menteng dan Lain-lain.
Seluruh kegiatan ini belum bernilai materi, karena Pelajaran Agama pada saat itu masih dinilai sebagai “Kegiatan Amal” , merasa puas jika kegiatan ini mendapatkan respon dari tuan rumah serta sekadar mendapatkan biaya pengganti transport.
Adapun kegiatan Iyang kembali kepada hobbynya berorganisasi, setelah sering mengikuti kegiatan ibu-ibu Tebet maka cepat dikenal oleh ibu-ibu bahwa dia adalah seorang aktifis organisasi sehingga pada saat pemilihan “Ketua” Organisasi Ikatan Kaum Ibu Tebet (IKIT) Iyang secara aklamasi dipilih sebagai Ketua IKIT Preode 1973-1975. Kegiatan organisasi adalah dalam bidang Sosial Kemasyarakatan, Olah Raga, Paduan Suara. Dalam Preode kepemimpinan Iyang sebagai Ketua IKIT tercatat Prestasi yang menonjol antara lain : 1.Dibidang Olah Raga; pernah Menjuarai Turnamen Volly Ibu-ibu se Jakarta Selatan, menjadi Juara pada Lomba Gerak Jalan se Kecamatan Tebet. 2.Dibidang Paduan suara; dibawah bimbingan Bapak Pranajaya menjuarai Lomba Paduan Suara Ibu-Ibu se Jakarta Selatan. Bersama Bapak Lurah Tebet Timur dan Ibu mengadakan kunjungan Muhibah ke Kabupaten Purwokerto diisi dengan “Pertandingan Persahabatan” Bola Volly dengan ibu-ibu setempat.

Pada tahun 1969 tepatnya 11 Mei 1969 lahir putra kedua yang diberi nama Safriansyah . Dua tahun kemudian tepatnya tanggal 12 Mei 1971 lahir putra ketiga diberi nama Ahmad Hamami. Dan dua tahun kemudian pada tanggal 15 Juli 1973 lahir putra bungsu yang diberi nama Zulfikri.

Pada saat putra kami berjumlah empat orang situasi ekonomi rumah tangga dirasakan agak berat ditambah lagi dengan keadaan rumah kami yang cukup besar walau keadaannya sederhana yang mempunyai 7 kamar tidur menjadi tumpuan keluarga (dari pihak saya) untuk tempat tinggal dalam rangka merantau dan mengadu nasib/mencari pekerjaan di Jakarta, dan ada juga yang menumpang sambil sekolah. Tidak hanya anak-anak muda bujangan saja yang kami tampung bahkan ada dua keluarga yang ingin mengadu nasib ke Jakarta yang kami tampung sampai mereka menyerah meninggalkan Jakarta dan kembali kekampung. Adapun para pemuda dan pelajar/mahasiswa yang tercatat tinggal dan menjadi tanggungan kami tdak kurang dari 15 orang dan sekarang sudah banyak yang sukses dalam tugas mereka. Walaupun kami dalam situasi yang Prihatin namun kami merasa senang dan puas dapat memberikan sepercik kepedulian kepada mereka. Mudah-mudahan jalinan kepedulian kami kepada mereka akan bernilai ibadah disisi Allah swt. Amin.



2. Peningkatan Mutu Kegiatan dan Karir.

Selama dua tahun mengabdi dan bertugas sebagai Guru PGAN Jakarta dengan segala kesibukannya saya sempat melanjutkan kuliah pada Fakultas Ushuluddin Universitas Ibnu Chaldun (UIC) Jakarta Tingkat Doktoral (istilah untuk Tingkat/Semester setelah Sarjana Muda/BA). Pada akhir tahun 1969 saya dinyatakan lulus dalam sidang Ujian Komprehensif (Munaqasyah) dihadapan Dewan Penguji Sarjana dengan mempertahankan Skripsi yang berjudul : “Kesatuan Imamah Kaum Muslimin Indonesia” dengan nilai baik sekali, sehingga saya mendapat hak untuk menggunakan gelar kesarjanaan “DRS “ didepan nama sehingga nama lengkap : DRS.A.BIDAWI ZUBIR. Dalam catat sejarah bahwa saya merupakan Sarjana Pertama untuk Desa Arahan. Alhamdu lillahi robbil ‘alamin.

Setelah menyelesaikan study/kuliah saya mutasi tempat tugas dari Guru PGAN menjadi Staf pada Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Departemen Agama Pusat dibawah pimpinan Kepala Biro Bapak Prof.K.H.Ibrahim Hosen. Setelah dua tahun bertugas di Biro Humas kemudian mutasi ke Direktorat Pendidikan Agama Islam dan pindah lagi ke Bagian Perencanaan Sekretariat Ditjen Bimas Islam.
Pada saat bertugas di Biro Humas, Bapak Prof.K.H.Ibrahim Hosen LML mempunyai Program mendirikan Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an PTIQ di Pasar Jum’at Jakarta Selatan. Dalam pelaksanaannya saya ditetapkan sebagai Anggota Dewan Kurator dan sebagai Asisten beliau sebagai Dosen Mata Kuliah “Hadits dan Ilmu Hadits “

Pada pagi hari sebagai Dosen di PTIQ, dan pada sore harinya saya diminta untuk memberikan kuliah Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam pada Universitas Islam Asyafi’iyah di Bali Matraman Jakarta Timur dibawah kepemimpinan Dekan Bp.Drs.H.Nurul Huda dan Pimpinan Perguruan Bapak KH Abdullah Syafi’i seorang Ulama’Besar Betawi.

Kegiatan sebagai Da’i sudah dimulai dengan kegiatan menjadi Pembina Rohani Karyawan PT.Sempurna, Pabrik Kain Terpal di daerah Grogol, Ceramah Agama di Majlis Taklim serta Memberikan Khutbah Jum’at di masjid-masjid yang memerlukan.
Iyang mempunyai andil yang cukup besar dalam penampilan saya sebagai Juru Dakwah. Disaat dia mengikuti ceramah atau Dakwa saya dia membuat catatan tentang materi, waktu,gerakan dan intonasi serta susunan kata-kata yang saya ucapkan. Setelah selesai ceramah/dakwah tiba dirumah kami berdiskusi tentang penampilan yang baru saya lakukan. Iyang dengan bijak memberikan penilaian dan kritik membangun tentang penampilan saya serta situasi para audiens. Kemudian secara khusus Iyang memberikan kertas catatan tentang susunan kata-kata. Misalnya berapa banyak kata “maka” , “dan”,”Oleh sebab itu”dan kata sambung lainnya yang saya gunakan . Kadang-kadang dalam catatan Iyang dalam tempo 1 jam saya berdakwah menggunakan kata “maka” sebanyak 200 kali, kata “Oleh sebab itu “ sekitar 100 kali. Demikian juga arah wajah saya yang seakan-akan takut memandang audiens. Catatan inilah yang menjadi bahan bagi saya untuk penampilan selanjutnya.


D. MEMBINA TAHPOL G.30 S PKI DI PULAU BURU (1974 -1978).

Tugas dinas sebagai Pegawai Negeri di Dep.Agama Pusat ditambah dengan setumpuk kegiatan dimasyarakat mendapatkan gaji dan penghasilan tidak dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga dengan beban yang begitu berat.
Suatu hari pimpinan kami di kantor Dep.Agama Kabag Perencanaan Ditjen Bimas Islam Bapak H.Ichtijanto,SH, menyampaikan informasi bahwa Departemen Hankam membuka kesempatan bagi para Sarjana Agama untuk bertugas sebagai Tenaga Pembina Mental bagi para Tahanan Politik PKI yang sedang diisolir/ ditahan di P.Buru. Lamanya tugas selama 6 bulan dan tidak diperkenankan mengadakan kontak/komunikasi dengan dunia luar P.Buru. Honororium selama bertugas cukup memuaskan.

Setelah mendapatkan keterangan secara lengkap tentang penugasan ke P.Buru ini sampai dirumah mengadakan musyawarah dengan keluarga terutama kepada Iyang dan anak-anak. Walaupun tugas yang dihadapi cukup berat dan akan berpisah dengan keluarga cukup lama namun Iyang dengan segala kepasrahannya tetap menyerahkan keputusan kepada saya. Dengan niat ingin mencari pengalaman, membina warga yang tersesat kedalam idiologi atheist/komunis dan ingin merobah nasib, maka dengan mengucap Bismillahirrohmanirrohim tugas suci ini saya pilih.


1.Kursus Calon Petugas.

Setelah mengikuti sleksi yang ketat maka tercatatlah saya sebagai salah seorang calon yang akan bertugas ke Pulau Buru. Sebelum bertugas para calon petugas diwajibkan mengikuti pelatihan “ Kursus Calon Petugas Pembina Mental Tahanan Politik 30.S.PKI.(SUSCAGAS BINTAL TAHPOL PKI) “ selama 2 (dua) bulan. Pelaksanaannya dilaksanakan di Asrama Militer PUSDIKKES AD di Kramat Jati Jakarta Timur dibawah Pengelolaan KOPKAMTIB (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Dep.Hankam. Pola pelatihan menggunakan disiplin militer terutama tata tertib dan acaranya yang padat, para peserta harus tinggal di asrama selama mengikuti pelatihan. Materi pelajaran terutama Kesadaran dan Kerukunan beragama dan Penghayatan Pancasila , Situasi Pulau Buru serta Mengenal tentang ajaran Komunis. Adapun tenaga pengajar terdiri dari Para Perwira Tinggi dan Perwira Menengah dari Jajaran Kopkamtib Dep.Hankam.
Hasil dari materi pelajaran yang didapat dalam Pelatihan kami dapat membayangkan situasi dan kondisi Pulau Buru serta Personil tahanan yang akan kami hadapi yang cukup berat.
Selama dua bulan hidup dalam asrama bernuansa militer dengan acara yang padat dan ketat yang diikuti peserta sebanyak 50 orang terdiri dari para Rohaniawan/ Sarjana Agama baik Sipil maupun Militer. Dari Departemen Agama tercatat teman-teman Sarjana IAIN : A.Bidawi Zubir, Zubir Sani, Amaluddin Nasution, Nazar Dahri, Nazwar Ismail, M.Thoim dan M.Subandi.
Hidup dalam asrama bersama para Perwira ABRI laki dan perempuan menambah pengalaman mengenal sipat dan sikap para perwira yang cukup disiplin dan santun.
Program terakhir Pendidikan adalah Wawancara dengan Pejabat Kopkamtib (Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ) Mabes ABRI untuk menentukan calon-calon yang dapat diterima sebagai Petugas yang akan membina para tahanan PKI (laki-laki) di Pulau Buru dan Tahanan PKI (Putri) di Pelantungan Jawa Tengah. Alhamdu lillah saya termasuk yang dinyatakan lulus dan ada juga diantara teman kami yang tidak lulus. Selesai pendidikan semua peserta kembali ketempat dinas masing-masing sambil menunggu panggilan dari Kopkamtib untuk diberangkatkan ke P.Buru atau ke Pelantungan Jawa Tengah.

2.Bertugas di Pulau Buru.( 1974-1975)

Setelah beberapa bulan menunggu dirumah maka pada bulan Januari 1974 datanglah panggilan dari Kopkamtib untuk berangkat ke Pulau Buru menjalankan tugas sebagai “Bintal Tahpol PKI” dengan bahan dan materi sebagaimana yang telah diberikan dalam Pelatihan Calon Petugas. Saya termasuk Kelompok


Gelombang ke II, dari Dep.Agama terdiri dari H.A.Bidawi Zubir, Amaluddin Nasution dan Moh.Thoim sedangkan Gelombang pertama adalah Zubir Sani,
Nazwar Ismail dan Nazar Dahri. Sedangkan M.Subandi diangkat oleh Dep.Agama menjadi Kepala Bidang Penerangan Agama Kanwil Dep.Agama Propinsi Maluku.

Dalam Surat Perintah Kopkamtib rombongan kami sebanyak 6 orang terdiri dari 3 orang sipil dan 3 orang Militer ; Kapten Zainuddin dari Rohaniawan Islam AD, Kapten Prastono Rohaniawan Kristen Protestan AD dan Kapten Winarno Rohaniawan Katholik AD.

Pada awal bulan Februari 1974 Rombongan kami berangkat menuju Ambon dengan Pesawat Garuda dari Bandara Kemayoran Jakarta pada jam 5 pagi WIB dan tiba di Bandara Pattimura Ambon pada jam 12 WIT. Di Bandara Pattimura Ambon kami dijemput oleh petugas KODAM Pattimura dan ditempatkan di Mess Perwira KODAM XV Pattimura Ambon. Selama di Ambon kami mendapatkan Pembekalan, petunjuk dan pengarahan dari Pangdam Pattimura Bapak Brigjen Suardi Lani dan Kasdam Pattimura Bapak Kol.M. Sanip. Setelah beberapa hari menikmati kota Ambon Manise kami diberangkatkan menuju ketempat Areal tugas di Pulau Buru dengan menggunakan Pesawat Hercules milik Kodam XV Pattimura. Penerbangan antara Ambon dan Pulau Buru kami tempuh selama satu jam, dan mendarat di Bandara Namlea ibu kota Pulau Buru. Di Namlea kami ditempatkan di Mess Perwira Bapreru, merupakan Penginapan bagi para petugas Inrehab (Instalasi Rehabilitasi) Pulau Buru yang beristirahat diluar Inrehab . Namlea merupakan ibu kota Pulau Buru yang berada diluar Inrehab (lokasi tahanan).

a. Geografis.

Pulau Buru terletak disebelah Selatan Pulau Ambon dengan jarak tempuh satu jam dengan Pesawat Terbang atau tujuh jam dengan Kapal Laut. Luas Pulau Buru sekitar 9.100 Km2 atau 910.000 Hektar, lebih kurang seluas satu setengah kali Pulau Bali. Tanahnya rawa-rawa dan hutan pohon Kayu Putih. Penduduk aselinya mirip dengan suku yang tinggal di Irian, Postur tubuhnya tinggi warna kulit hitam dan rambut keriting. Mereka berjumlah sekitar 10.000 orang yang tersebar diseluruh daerah Pulau yang besar itu, hidup secara nomaden (berpindah pindah) dengan makanan pokok Sagu yang diambil dari pohon aren yang cukup banyak tumbuh di pinggir rawa-rawa. Kepercayaan/agama yang dianut oleh penduduk aseli masih Animisme dengan dewa Pamali yang dianggap sebagai penguasa jagad raya.Dirawa-rawanya penuh dengan ikan Mujair dan Ikan Pelus sedangkan dihutan Ilalang yang terbentang luas berkeliaran Rusa liar dan babi hutan.


Sungai Way Apu merupakan sungai besar dan terpanjang mengalir disepanjang daerah Inrehab, banyak binatang liar didalamnya seperti buaya , Ular, penyu dan beraneka ragam ikan air tawar.

Wilayah atau areal tempat pembuangan ini bernama Instalasi Rehabilitasi (Inrehab P.Buru) yang sebelumnya bernama “Tefaat” (Tempat Pemanfaatan) merupakan “Penjara Alam “ dalam satu cekungan yang dikitari tembok hutan belukar dan perbukitan yang sambung menyambung disebelah utara, barat dan selatan dan disebelah timur dibatasi oleh Lautan. Luas Inrehab P.Buru tempat tahanan dan pembinaan para Tapol seluas 2.350 km2 atau 235.000 ha. Inrehab P.Buru dibawah pengelolaan Kopkamtib dan secara unit Organisasi berada dibawah Kejaksaan Agung di Pusat bernama Badan Perencanaan P.Buru yang disingkat BAPRERU dan di daerah bernama Badan Pelaksana. Pada saat itu Ketua Perencana (Tua Cana) dijabat oleh Mayor Jendral Wadly PS dan Wakil Ketua (Watua Cana) Kol. Bambang Cahyana,SH. Sedangkan Ketua
Pelaksana didaerah dijabat oleh Pangdam XV Pattimura.

Inrehab P.Buru terdiri dari 22 Unit Pemukiman yaitu :

a). Markas Komando (Mako) merupakan Pusat pengendalian pembinaan, dan tempat tinggal Komandan Inrehab pada saat itu dijabat oleh Kolonel CPM Soetikno yang dibantu oleh para stafnya.

b). Unit-unit tempat tahanan , berjumlah 21 Unit.

Masing-masing Unit terdiri dari Bangunan ; Barak-barak Tahanan, Asrama Ton Wal (Peleton Pengawal), Rumah para petugas, Sarana/Rumah Ibadah , Toko/Koperasi, Gedung Pertemuan, Rumah sakit, Gudang Bahan Makanan, Lapangan Olah Raga, Kandang Ternak hewan peliharaan. Dan yang paling luas adalah Areal Ladang dan Persawahan seluas ratusan hektar.

Unit-unit ini terkesan suatu Pedesaan yang rapi dihuni oleh 500 orang s/d 1000 orang tahanan laki-laki yang diberi nama Perkampungan sebagai berikut :
- Unit I : Wanapura, Unit II : Wanareja, Unit III : Wanayasa, Unit IV : Savanajaya , tempat tinggal tahanan yang disusul oleh istri/anak , Unit V : Wanakarta, Unit VI : Wanawangi, Unit VII : Wanasurya, Unit VIII : Wanakencana, Unit X : Wanadharma, Unit XI :Wanasari, Unit XII : Birawa Wanajaya, Unit XIII : Giripura, Unit XIV : Bantalareja, Unit XV : Indrapura, Unit XVI : Indrakarya, Unit XVII : Arga Bhakti, Unit XVIII : Adhipura, Unit “R”, Unit “S”, Unit “T” dan Unit “Ancol”. Empat Unit terakhir ini adalah Unit khusus bagi tahanan yang dianggap “Diehard” yaitu tahanan yang bersikap keras dan diangap membahayakan.

Jarak antara satu Unit dengan unit lainnya berkisar 3 Km sampai denga 7 Km yang dihubungkan dengan jalan tanah selebar 10 meter, ditempuh dengan jalan kaki, bersepeda atau Gerobak yang ditarik oleh kuda.

b. Personil Tahanan.

Tahanan yang dibuang ke Pulau Buru berjumnlah 12.500 orang merupakan sebahagian dari Tahanan Golongan “B” yang berjumlah ratusan ribu orang diseluruh Indonesia dengan tuduhan : “……bahwa mereka termasuk dalam Golongan yang berusaha untuk meniadakan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan menggantinya dengan negara yang berdasarkan Atheis Komunis melalui perebutan kekuasaan (Coup de tat) dengan menggunakan Gerakan 30 September 1965 PKI, yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sehingga terkenal gerakan tersebut dengan nama G.30. S/PKI …”, namun usaha mereka gagal walau sudah sempat membunuh dengan kejam dan sadis para Para Jendral yang Pancasilais yang terkenal dengan Tujuh Pahlawan Revolusi dan Tokoh-Tokoh Agama yang menentang Atheis/Komunis. Para pendukung dan simpatisan G.30 S/PKI ditangkap, kemudian diklassifikasikan menjadi 3 Golongan :
Pertama : Golongan “A” yaitu mereka para pelaku G.30.S/PKI yang mempunyai cukup bukti dan fakta yang jelas keterlibatan mereka dalam G.30 S/PKI. Mereka ini ditangkap dan ditahan kemudian dimajukan ke Pengadilan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub),seperti Kol.Untung sebagai Pimpinan /Pemberontak G.30 S/PKI, DR.Subandrio dan tokoh-tokoh Komunis dan simpatisan lainnya.
Kedua : Golongan “B”, yaitu para Tokoh dan Simpatisan G.30 S / PKI yang dianggap berbahaya namun tidak cukup bukti dan fakta yang jelas untuk dimajukan ke Depan Pengadilan. Mereka ini ditahan dalam Rumah Tahanan diseluruh Indonesia untuk dibina agar mereka kembali sadar dan menyesal atas tindakan mereka. Tahanan yang dibuang di Pulau Buru ini adalah sebahagian dari mereka yang termasuk Golongan “B”
Ketiga : Golongan “C”, yaitu mereka yang mendukung dan simpatisan terhadap PKI dan G.30.S/PKI namun dianggap tidak terlalu membahayakan negara, mereka ini dilepas dimasyarakat namun mempunyai kewajiban “lapor” kepada Penguasa Mliter setempat secara kuntinue seminggu sekali.

Mereka yang dibuang ke Pulau Buru sangat heterogen sekali ; Ada Pengarang terkenal seperti Pramdya Ananta Tur dan kawan-kawannya, Para Guru Besar, misalnya Prof.DR.Soeprapto, Prof.DR. Buyung Saleh, Wartawan Kawakan Hasyim Rahman dan kawan-kawan, Karel Supit dan kawan-kawan Pengurus Pusat (CC PKI), Bintang Film terkenal Basuki Effendy, Penyanyi, Pelukis terkenal Subronto, Aktifis Mahasiswa, Mantan Pejabat Tinggi, Mantan Bupati dan banyak lagi para tokoh terkenal pada masa itu serta para aktifis PKI yang ikut-ikutan.


Para tahanan disebar kedalam 22 Unit tahanan sebagaimana tersebut diatas, dengan kapasitas setiap Unit berjumlah antara 500 sampai 1000 orang tahanan. Adapun kegiatan mereka sehari-hari dibagi dalam kelompok -kelompok kerja :. 1. Sebagian besar kelompok Petani yang bekerja diareal persawahan dan Ladang dengan tugas menanam padi, palawija dan sayuran. 2. Kelompok lainnya Ada yang bertugas menyiapkan makanan para tahanan, Petugas` Kebersihan Barak dan lingkungan, Petugas yang mengolah dan memproses bahan makanan, Petugas yang mencari sayuran dan lauk makan dengan macing dan berburu Rusa. Dan ada juga yang ditugaskan menggergaji dan mengolah kayu dan Menyuling Minyak Kayu Putih dihutan. Personilnya diadakan pergantian secara berkala.
Kegiatan pokok secara umum adalah mengikuti “Santiaji, Ceramah, Ibadah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mengikuti Apel Pagi, Siang, Sore dan Malam hari yang berfungsi sebagai sarana Pengawasan dan Evaluasi bagi Petugas keamanan atau Ton Wal.

c. Kegiatan Petugas
.
Pada setiap Unit Tahanan ( Mako + 21 Unit Tahanan) terdapat Petugas Pembina yang terdiri dari : Petugas Keamanan, Petugas Kesehatan, Petugas Pertanian, Rohaniawan (Pembimbing Ibadah), Petugas Operasi Mental (OPSTAL), semua petugas ini bekerja dibawah satu Komando yang dipimpin oleh Komandan Unit (Dan Unit) yang berpangkat Kapten CPM. Kami sebagai petugas OPSTAL menyusun jadwal kegiatan pembinaan dalam bentuk a. Kegiatan Santiaji dalam bentuk ceramah di Gedung Pertemuan. b. Kegiatan pembinaan “face to face contact” kepada para tahanan ditempat mereka bekerja. Setelah Jadwal Kegiatan disetujui Komandan Unit kegiatan dilaksanakan bekerjasama dengan Ton Wal (Keamanan). Materi santiaji dikoordinasikan dengan Petugas Intel, kemudian dilaksanakan di Enam Unit (areal Kelompok kami) secara berpindah-pindah dari satu unit ke unit lainnya.
Tugas yang memerlukan persiapan yang matang adalah Santiaji, memberikan pembinaan melalui Ceramah di Gedung Pertemuan yang dihadiri oleh pata tahanan yang kritis dan mempunyai kemampuan nalar yang tinggi sehingga kalimat demi kalimat yang kami sampaikan harus menyentuh hati mereka. Pada akhir ceramah para tahanan diberikan kesempatan untuk berdialog dengan petugas sekitar materi yang baru disampaikan.
Demikianklah kegiatan ini kami laksanakan selama enam bulan dengan kondisi fisik dalam situasi Siaga Penuh , dan kondisi jiwa/ mental yang diliputi kecemasan dan ketakutan karena dihantui oleh suatu pristiwa yang pernah terjadi sebelumnya di Pulau Buru yaitu “Pemberontakan “yang dilakukan oleh sekelompok tahanan dengan terbunuhnya secara kejam dan sadis seorang Petugas Keamanan Peleton Pengawal Pelda Panita Umar kemudian para pemberontak melarikan diri dan bersembunyi dihutan-hutan sekeliling Inrehab.Demikian juga kejadian yang sering terjadi adanya” Kontak Fisik” antara Penduduk Aseli dengan Penghuni Inrehab ( (Petugas atau tahanan) mengakibatkan penghuni Inrehab terkena lemparan Tombak atau Anak Panah penduduk aseli secara sembunyi-sembunyi atau misterius.

Akhirnya tugas berat dan beresiko tinggi ini dapat kami selesaikan dengan selamat, kami merasa puas karena telah dapat memberikan sepercik Rasa Kemanusiaan kepada saudara-saudara kita yang tersesat dan tertipu oleh bujuk rayuan PKI yang anti Pancasila dan memusuhi Agama yang ingin merobah Palsafah Negara Pancasila dengan Komunis Atheis, mengakibatkan mereka harus dibuang ke Pulau Buru berpisah jauh dengan keluarga dan terputus komunikasi dengan dunia luar tanpa diketahui jangka waktu yang harus mereka jalani. Mudah-mudahan kegiatan pembinaan ini akan ada kesan positif dihati para tahanan dan bermanfaat bagi mereka serta bernilai ibadah disisi Allah swt. Amin ya Robbal ‘alamin.

d. Kegiatan Iyang di rumah.

Enam bulan ditinggal suami bertugas ditempat yang jauh, beresiko tinggi dibidang keamanan, tidak dapat berkomunikasi , suatu situasi yang cukup menegangkan. Dirumah harus mengasuh empat orang anak yang masih kecil, sehingga berfungsi sebagai ibu dan sekaligus sebagai seorang Bapak. Tugas ini dilakukan Iyang dengan segala kesabaran dan ketabahannya yang didukung dengan ibadah dan do’anya. Untunglah dirumah ada Suhairy Absyar adik kandung Iyang yang masih kuliah turut mengawasi anak kemanakannya.
Selama enam bulan itu banyak sekali pengalaman pahit yang harus Iyang hadapi sendiri antara lain tertulis dalam catatan hariannya sebagai berikut :
1). Hasil pemeriksaan Dokter, anak kami nomor dua Safriansyah dinyatakan harus dioperasi amandelnya karena sudah dianggap acut dan berbahaya. Iyang harus menanda tangani Surat Pernyataan yang berisi izin untuk operasi amandel putranya dan tidak akan menuntut jika terjadi kegagalan dalam operasi atau resiko lainnya. Operasi amandel pada saat itu masih dianggap operasi besar dan berbahaya. Surat pernyataan ini Iyang tanda tangani dengan berurai air mata. Alhamdulillah operasi berjalan dengan baik dan berhasil.

2). Suatu peristiwa diperjalanan bersama anak-anak naik beca, tiba-tiba beca mereka menabrak Mesin giling dan terjungkil jatuh kedalam parit yang dalam dipinggir jalan. Dengan isak tangis anak-anak mengangkat ibunya dari dalam parit.

3). Puncak dari keprihatinan dan kesedihan Iyang adalah Iyang jatuh sakit dan pingsan didalam kamar sendirian dan yang mengerti pada saat itu hanya Herdi sesuai dengan umurnya sekitar 7 tahun, dengan instingnya menyiramkan air minum segelas kemuka ibunya sehingga Iyang sadar sambil mengucapkan Zikir dan memeluk putra tertuanya itu.

3) Permasalahan anak-anak yang masih kecil dan belum mengerti kondisi ibunya harus Iyang hadapi dan pecahkan sendiri.

Berkat ketabahan, kesabaran dan tawakkal yang didukung dengan ibadah dan do’a akhirnya Iyang mengakhiri pengalaman hidup yang mencekam dirinya dengan selesai tugas sang suami dengan selamat.

e. Diperbantukan di BAPRERU Kejaksaan Agung R.I.

Tugas kami selaku Petugas Opstal selama enam bulan di areal Inrehab P.Buru dinyatakan selesai dan dinilai berjalan dengan baik. Pangdam XV Pattimura memerlukan laporan khusus dan langsung dari Team Opstal, untuk itu Kasdam XV Pattimura Kol.M.Sanip menetapkan dua orang petugas terdiri dari Sipil dan Militer untuk membuat laporan dimaksud dan berdialog langsung kepada Pangdam Pattimura Bapak Brigjen Suardi Lani. Dua orang petugas dimaksud adalah Saya sendiri dan Rohaniawan Katholik Kapten Prastono. Tugas kami diperpanjang 2 bulan dengan membuat laporan khusus tertulis dan dialog lisan denganPangdam XV Pattimura di kota Ambon. Materi laporan yang kami sampaikan kepada Panglima Kodam XV_Pattimura apa yang kami alami dan kami lihat selama berada di Inrehab P.Buru, baik keadaan para tahanan maupun perlakuan para Petugas`Keamanan (Ton Wal) terhadap tahanan. Kami laporkan bahwa para tahanan sering sekali mendapatkan perlakuan para petugas keamanan yang tidak manusiawi terlalu berorientasi kepada apek security , sehingga sering sekali kami melihat para tahanan mendapatkan hukuman fisik diluar pri kemanusiaan tanpa melihat besar kecilnya kesalahan dan mengabaikan kondisi fisik dan umur para tahanan.
Apabila kami para petugas Rohaniawan dan Opstal berimpaty kepada para tahana maka kami dinilai dan dilaporkan Petugas yang membela kepentingan para tahanan. Demikian juga kami laporkan kepada Bapak Panglima bahwa adanya oknum petugas (Ton Wal atau Komandan Unit) yang mengeksploitir tenaga para tahanan untuk kepentingan/keuntungan pribadi. Laporan ini diterima dengan baik oleh Bapak Panglima dan dijadikan bahan Evaluasi bagi para Petugas terutama Ton Wal di Inrehab.
Setelah tugas tambahan khusus ini selesai kami laksanakan maka rampung/tuntaslah tugas kami sebagai Petugas Opstal di Inrehab P.Buru di P.Buru dan kota Ambon, kami kembali ke Jakarta untuk melapor ke instansi masing-masing.
Pada saat saya melapor ke Dep.Agama saya merasa kecewa karena tidak ada reaksi positif dari Pimpinan, sedangkan para petugas dari instansi lain yang telah melaksanakan tugas berat di P.Buru mereka mendapatkan penghargaan dan peningkatan karir dan jabatan. Kondisi di Dep.Agama saya informasikan kepada Pimpinan BAPRERU Bapak Mayor Jenderal Wadly PS. Mendengar informasi ini langsung beliau meminta kesediaan saya untuk membantu beliau di BAPRERU Pusat di Jakarta. Tawaran ini saya laporkan kepada pimpinan di Dep.Agama Sekretaris Ditjen Bimas Islam Bapak H.A.Qodir Basalamah dan beliau merestuinya kemudian keluarlah Surat Tugas untuk diri saya sebagai Tenaga bantuan kepada Kejaksaan Agung R.I. dan sejak saat itu saya mutasi dan bertugas ditempat ini sebagai KASI AGAMA BAPRERU KEJAKSAAN AGUNG R.I.

1).Organisasi BAPRERU.

BAPRERU Badan Perencana Pulau Buru merupakan unit instansi yang bertugas merencanakan pembinaan para tahanan G.30.S PKI Golongan “B” yang ditahan di Pulau Buru, merupakan unit organisasi yang berada dibawah instansi Kejaksaan Agung R.I. dan operasionalnya berada dibawah Kopkamtib. Pimpinan, pejabat dan Stafnya terdiri dari Militer dan Sipil dengan susunan sebagai berikut :

Ketua Perencana (Tua Cana) : May.Jen.Wadly. PS.
Wakil Ketua (Watua Cana) : Kolonel Bambang Cahyana SH.
S ek r e t a r i s : Dading Sopar SH (Jaksa Senior)


Kabag Pertanian : Ir.Abd. Fatah (dari Deptan)
Kabag Kesehatan : Kolonel Dr.Sutoyo.
Kabag I n t e l : Kolonel Wiyoso.
Kabag Pembinaan : L. Hutabarat SH (Jaksa )
Kabag Pengawasan : Memed Rustandardinata SH (Jaksa)
Kabag Keuangan : Kolonel Suwarno.

Kasi-Kasi : 1. Kasi Agama : Drs.H.A.Bidawi Zubir. (Depag)
2. Kasi Penerangan : Drs.Zainal Abidin (Deppen)
3. Kasi Rumah Tangga : Gumelar (Jaksa)
4. Kasi Saprodi : Mahran Safri (Deptan)
5.Ajudan Tua Cana : Azwir Harun, SH (Jaksa).

Beserta sejumlah staf dari Kejaksaan Agung dan Kopkamtib.

2).Berkiprah di BAPRERU.

Bertugas di Bapreru bagi saya merupakan arena pertama untuk bergaul dengan dunia luar Dep.Agama, karena lembaga ini merupakan “Task Force” Tugas Lintas Sektoral yang terdiri dari bermacam instansi ; Kopkamtib Dep.Hankam, Kejaksaan Agung, Dep. Kehakiman, Dep.Agama, Dep. Pertanian, Dep.Penerangan, Dep.Kesehatan,Dep. Sosial dan Depdikbud. Dari instansi-instansi ini mengirimkan perwakilannya untuk duduk bertugas di Bapreru. Masing-masing perwakilan bertugas dibawah koordinasi Tua Cana, menyusun Rencana Pembinaan para tahanan di P.Buru sesuai dengan bidang dan fungsi masing-masing. Saya dari Dep.Agama menyusun konsep Rencana Pembinaan Mental para tahanan yang terdiri dari Kegiatan Penyuluhan dan Bimbingan Ibadah dari seluruh Agama dan Pembinaan Mental Idielogi. Rencana Sarana dan Prasarana Pembinaan seperti Calon Petugas yang akan dikirim ke Pulau Buru, Peralatan dan Buku-buku yang diperlukan. Naskah Rencana Pembinaan yang telah disetujui oleh Ketua Perencana Bapreru dikonsultasikan dengan Kopkamtib, Kejaksaan Agung dan Dep.Agama. Setelah mendapat Rekomendasi dari ketiga instansi ini maka dilaksanakan di Inrehab P.Buru. Untuk mengetahui hasil Pembinaan para petugas dilapangan maka secara berkala melakukan kunjungan ke Inrehab P.Buru.
Disamping tugas dinas tersebut, saya diminta oleh Tua Cana Bapreru untuk mengadakan Pengajian Agama (Islam) bagi Pejabat dan Staf Bapreru. Kegiatan ini dilakukan secara berkala dan kontinue dirumah Tua Cana, Watua Cana dan Kabag Bapreru. Peserta Pengajian terdiri dari para Perwira Tinggi dan Menengah ABRI, Jaksa Senior dan Pejabat dari bermacam Instansi serta Staf Bapreru lainnya lainnya sangat antusias mengikuti acara pengajian yang


dimulai dengan Ceramah Agama kemudian dilanjutkan dengan Pertanyaan dari para peserta. Pengajian ini mereka jadikan arena untuk memperdalam pengetahuan agama serta memantapkan pelaksanaan ibadah mereka sehari-hari.
Sebagai Pimpinan Pengajian, memberikan ceramah dan melayani pertanyaan yang diajukan oleh para peserta pengajian, pada awalnya terasa berat dan segan menghadapi mereka namun setelah mendengar komentar mereka yang “cukup positif” menjadikan saya Percaya Diri (PD) untuk berhadapan dengan beliau-beliau ini. Dilain sisi merekapun bersikap “hormat” dan “berterima kasih” kepada Ustadz Pimpinan Pengajian atas hasil yang mereka dapat dalam pengajian. Hubungan dengan mereka menjadi betambah akrab termasuk hubungan antar keluarga (istri dan anak-anak) para peserta.
Alhamdulillah melalui arena ini dapat menjalin hubungan yang akrab dengan para petinggi ABRI dan Jaksa senior serta pejabat dari instansi lainnya, dan memberi manfaat kepada mereka untuk memperdalam ilmu agama.
Adapun kegiatan Iyang dan Ibu-Ibu di Bapreru tidak kalah sibuk dengan kegiatan suaminya. Kemampuan aproach dan komunikasi yang dimilki Iyang melalui pengalaman berorganisasi membuat para istri Pejabat Bapreru simpati dan cepat akrab terutama Ibu May.Jen Wadly ((istriTua Cana Bapreru). Setiap kegiatan Ibu-Ibu Bapreru di Kejaksaan Agung dan Kopkamtib Iyang diajak dan dijadikan sebagai Juru Bicara untuk menyampaikan materi kegiatan di Bapreru . Sehingga banyak bergaul dan kenal dekat dengan para istri Pejabat Kejaksaan Agung dan Dep.Hankam. Tercatat hubungan yang akrab dengan Ibu L.B.Murdani (istri Jenderal L.B. Murdani Panglima ABRI ) dan istri para Pati ABRI lainnya, serta istri para pejabat teras Kejaksaan Agung. Pengalaman ini merupakan modal bagi Iyang untuk duduk di Pengurus KOWANI PUSAT pada tahun-tahun berikutnya.

Tugas di BAPRERU (1974-1978) berakhir setelah para tahanan PKI di Inrehab P.Buru dibebaskan dan Lembaga Bapreru dibubarkan pada tahun1978. Kenangan manis dan pengalaman berharga banyak didapat di Bapreru. Dapat mengenal dan bergaul dengan para Pejabat teras Militer dan Sipil dari bermacam instansi sebagai bahan menapak karir selanjutnya. Saya kembali bertugas di instansi induk Departemen Agama. Isak tangis haru mewarnai acara perpisahan petugas/keluarga Bapreru yang berasal dari berbagai instansi itu. Walaupun Bapreru telah dibubarkan namun Pengajian dan silaturrahmi tetap kami jaga dengan baik.

Tidak ada komentar: