Rabu, 17 Juni 2009

MEMBINA RUMAH TANGGA "SAMARA" (2)

B. KEHIDUPAN DI KAMPUS IAIN CIPUTAT. (1964-1967)

1.Sebelum Menikah.

Sejak kakanda M.Yahim dan ayuk Suliana berkunjung kerumah Iyang di Tebet Barat hubungan kami terasa ada semacam perubahan, walaupun hal itu hanya dirasakan oleh kami berdua saja. Puncaknya adalah disaat saya menderita sakit (yang misterius), seakan akan mendapatkan sakit kiriman mungkin semacam santet. Perasaan saya biasa-biasa saja namun para teman mahasiswa yang melihat kondisi saya pada saat itu sangat mencemaskan, saya berbicara diluar kontrol dan sulit untuk dimengerti oleh pendengar. Teman-teman berdatangan kerumah kakanda M.Yahim karena saya berada diruang kamar depan rumah beliau. Sesepuh KEMAS Bp. H.Hamdani Aly, MA mengirim isterinya untuk melihat keadaan sakit saya, karena istri beliau mempunyai kemampuan (semacam paranormal) dan setelah ditangani beliau alhamdulillah sakit saya sembuh.

Adik kandungku A.Fanani Zubir menginformasikan keadaan sakit saya kepada ayah dan ibu dikampung membuat beliau berdua dengan segala upayanya datang ke Jakarta walaupun belum pernah mengatahui seluk beluk perajalanan menuju Jakarta. Alhamdulillah dengan modal niat yang ikhlas akhirnya beliau berdua sampai ke Ciputat.

Di Ciputat saya perkenalkan dengan teman-teman terutama keluarga kakanda M.Yahim dan tidak ketinggalan memperkenalkan Iyang kepada beliau berdua.Pada saat diperkenalkan dengan Iyang kelihatan mereka merasa kikuk terutama dengan sikap Iyang yang terkesan “Akrab dan Hormat” walau baru kenal namun tidak menunjukkan kekakuannya. Dilain kesempatan beliau memberi komentar :…“Sangat Simpati” akan sikap Iyang yang begitu antusias dan hormat kepada mereka walaupun mereka adalah “Orang Tua Desa” yang baru dikenalnya. Atas komentar “positif” beliau ini saya mencoba untuk meminta komentar beliau : jika ditakdirkan oleh JME Iyang menjadi menantu mereka”. Atas permintaan saya ini mereka berkomentar singkat : “Apakah mungkin dia akan mau menjadi anak kami” ? diiringi dengan wajah begitu pasrah, harap dan malu. Setelah meyakini atas keseriusan ucapan saya itu maka sebelum pulang kekampung beliau mendatangi kakanda M.Yahim dan ayuk kiranya berkenan menjadi wakil mereka untuk melakukan proses selanjutnya, kakanda M.Yahim dan ayuk dengan ikhlas menjawab akan kesediaan mereka.

Kesibukan mahasiswa pada saat itu adalah menghadapi situasi Pasca Coup de tat PKI dengan G.30S/PKI yang gagal. Para mahasiswa mengadakan kegiatan bersama dibawah organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan Ketua Pimpinan Pusatnya M. Zamroni,BA mahasiswa IAIN Ciputat, Demonstrasi besar-besaran dengan thema pokok “Ganyang PKI” dan antek-anteknya. Dengan organisasi KAMI ini Mahasiswa merasa Satu tanpa dikotak-kotakkan, Sebelumnya kami mendapat indoktrinasi dari senior kami bahwa organisasi yang paling hebat itu adalah organisasi kami masing-masing. Sehingga dikampus IAIN yang hanya ada 2 (dua) organisasi ekstra yaitu PMII dan HMI berpacu dalam kondisi yang “tidak sehat” bahkan bernuansa “bermusuhan”. Hal ini berdampak dalam hubungan kami berdua karena kami merupakan aktifis dari kedua organisasi tersebut.

Alhamdulillah organisasi KAMI menghilangkan sekat-sekat itu, karena semua organisasi berkonsentrasi menghadapi musuh Bangsa dan Agama yaitu PKI .

Siang malam para mahasiswa mengikuti perkembangan dan berita tentang kegagalan PKI dan para korban yang dibunuh oleh PKI terutama para Jenderal Angkatan Darat Tujuh Pahlawan Revolusi. Untuk para mahasiswa IAIN Ciputat perkembangan dan berita ini dapat dimonitor melalui Radio Transistor kepunyaan Mahasiswi yang saat itu masih merupakan barang mewah dan langka. Alhamdulillah Radio tersebut kepunyaan Iyang. Sehingga kami lebih banyak berkumpul diasrama putri tempat tinggalnya yang terletak persis didepan Kantor Cabang PMII Ciputat.

Dalam setiap demonstrasi kami selalu ikut serta menggunakan kendaraan “Truk terbuka”dengan penumpang yang melampawi kapasitas yang wajar. Sasaran demonstrasi adalah para tokoh yang dianggap simpati kepada Gerakan terkutuk G.30 S/PKI dan Puncaknya adalah Demonstrasi didepan Istana Negara untuk menumbangkan Orde Lama dan berakhir dengan berhasilnya tuntutan Mahasiswa yang terkenal dengan Tri Tuntutan Rakyat “Tritura” yang berisi : Bubarkan PKI, Turunkan Harga, Bubarkan Kabinet Nasakom. Walaupun penuh dengan kegiatan-kegiatan demonstrasi namun hubugan kami bertambah akrab dan mesra sehingga terpikirlah untuk merintis kelanjutan menjalin dan membina rumah tangga.

a. Silsilah :

Sumiarty Absyar, Iyang atau Sum adalah anak putri kesayangan dalam keluarga karena dia adalah cucu perempuan tertua dalam keluarga sehingga dia adalah merupakan pewaris utama dan perdana keluarga dalam tatanan adat Minangkabau. Ibunya bernama “Syariyah binti Thalib” mempunyai 3 orang saudara laki-laki sebagai Mamak Rumah yaitu : 1. H. M.Rasyid Thalib alumni Thawalib Padang Panjang seorang Ulama’ besar di Sumatera Selatan terkenal sebagai Da’i Kondang dan Dosen IAIN Raden Fatah Palembang. Mantan Kepala Penerangan Propinsi Sumatera Selatan, Tokoh Masyumi Sumatera Selatan ditahun limapuluhan. Pernah menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama (MUI) Propinsi Sumatera Selatan dan Ketua Muhammadiyah Propinsi Sumatera Selatan.

2. Mr.H.Sayuti Thalib , Alumni Thawalib Padang Panjang, Alumni Fakultas Hukum UI, Dosen Senior Fakultas Hukum UI/UID/UKI. Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Pejabat Tinggi pada Departemen Pertambangan, Mantan Sekjen PN.Timah, Pengurus PP Muhammadiyah.

3. Drs. H. Amiruddin Thalib ; Alumni Thawalib Padang Panjang, Sarjana Administrasi, Pejabat Tinggi pada PN Aneka Tambang, Pendiri dan Ketua Yayasan Pendidikan Budaya.

Ayahnya adalah H.Abdul Bari Arif gelar Sutan Indomo anak tunggal yang ditinggal wafat oleh ayahnya pada saat beliau masih dalam kandungan, sedangkan ibunya wafat pada saat beliau masih kecil. Beliau merupakan pejuang Daerah Sumatera Barat dalam meningkatkan potensi Sumatera Barat dalam perjuangan PRRI, tercatat sebagai Pensiunan ABRI. Dalam kekerabatan beliau Mempunyai hubungan keluarga dekat dengan Buya HAMKA yang dalam adat Minangkabau disebut Sepesukuan dengan beliau.

Iyang dilahirkan dipinggir Danau Maninjau Desa Gelapung Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat pada tanggal 1 September 1943, mempunyai lima orang saudara masing-masing : Syahrial, Suhairi, Supriaty,Sustiaty dan Sufniwaty (dua orang putra dan tiga orang putri) semuanya bekerja dan tinggal di Jakarta. Setelah menamatkan Pendidikan SR di Palembang kemudian melanjutkan ke- SMPN di Jakarta, kemudian kembali ke Maninjau mengikuti Pendidikan Madrasah Thawalib Putri Padang Panjang mengikuti jejak para mamaknya. Sayang situasi Sumatera Barat pada saat itu bergejolak dengan PRRI sehingga terpaksa hijrah kembali ke Palembang tinggal dirumah mamaknya K.H.M.Rasyid Thalib dan mengikuti Pendidikan di “Persiapan IAIN Palembang” (Tingkat SLTA). dan tammat tahun 1963 kemudian menyusul orang tuanya di Jakarta melanjutkan pendidikan di Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta sampai dengan Tingkat III (Bacaloreat). Setelah mengikuti suami bertugas di Ambon berkesempatan menyelesaikan pendidikan di Ambon pada tahun 1992, dan melengkapi namanya “Dra.H.Sumiarty Absyar”

b. Persiapan Bekeluarga.

Dengan dasar penyerahan ayah dan ibu kepada kakanda M.Yahim Singgam untuk memproses rencana keinginan kami untuk berumah tangga maka pada bulan Agustus 1966 kakanda M.Yahim Singgam kembali berkunjung kerumah orang tua Iyang dikawasan Terbet Barat untuk menyampaikan niat dan keinginan kami untuk membina rumah tangga. Kedatangan kakanda M.Yahim Singgam diterima dengan senang hati oleh orang tua Iyang Abdul Bari Arif. Setelah mendengar ungkapan kakanda M.Yahim orang tua Iyang menyambut dengan rasa gembira namun belum dapat memberikan jawaban yang tuntas, karena jawaban yang tuntas`harus dimusyawarahkan oleh para ninik mamak. Untuk itu kami harus menunggu jawaban tersebut dengan sabar.

Kedatangan kakanda M.Yahim serta ungkapan penyampaian keinginan kami untuk bekeluarga disampaikan oleh orang tua Iyang kepada seluruh Ninik mamak terutama mamak H.M.Rasyid Thalib yang berstatus Angku Gadang yang akan menetapkan bentuk jawaban keluarga. Beliau berada di Palembang maka salah satu tindakan beliau adalah mengadakan kunjungan mendadak dan silent (diam-diam) kekampung kami Desa Arahan Lahat yang berjarak lebih kurang 200 km dari kota Palembang dengan naik Kereta Api malam untuk menemui ayah dan ibu serta mencari informasi tentang diri saya dari masyarakat. Suatu tindakan yang sangat bijaksana dan hati-hati dari seorang mamak dalam menentukan calon jodoh kemenakannya. Tentang kedatangan beliau kekampung kami Desa Arahan ayah dan Ibu menceritakan kepada saya : …. “ bahwa pada suatu hari setelah selesai sholat subuh ada orang menyampaikan berita kepada ayah bahwa distasiun Kereta Api Banjar Sari (kampung kami) ada seorang pembesar turun dari Kereta Api dan sedang bebincang-bincang dengan Kepala Stasiun dan menyatakan ingin menemui ayah dan Ibu”. Pada saat itu Ayah dan Ibu merasa cemas ; siapakah gerangan, apa tujuannya, membawa berita baik atau buruk dan setumpuk pertanyaan lagi yang tersimpan dalam hati beliau.

Setelah beberapa saat dinanti datanglah beliau yang dimaksud serta mengucapkan “Salam” dengan suara beliau yang khas dan berwibawa, ayah dan ibu menjawabnya dengan perasaan senang bercampur cemas. Beliau mengawali perkenalannya dengan ungkapan bahwa beliau adalah “teman Bidawi” di Jakarta dan ingin menanyakan berita tentang keluarga terutama anak istrinya. Kemudian ayah dengan ramah dan polos mengucapkan “Selamat datang” dan “terima kasih” atas`kedatangan tamu agungnya ini. Setelah mempersilahkan minum ala kadarnya ayah menjawab pertanyaan beliau : “Alhamdulillah kami berdua adalah orang tua Bidawi dalam keadaan baik-baik, adapun tentang keluarganya yaitu anak dan isterinya sampai sekarang Bidawi belum punya istri dan baru merencanakan ingin beristri dengan teman kuliahnya” sambil menunjuk

foto ukuran Post Card yang terletak dalam lemari kaca dihadapan beliau`, yaitu foto Iyang. Melirik foto ini beliau merasa terharu karena foto itu adalah foto kemenakannya sendiri. Dalam situasi seperti ini beliau tidak ingin berpanjang kalam membingungkan tuan rumah. Akhirnya beliau menyampaikan maksud beliau yang sebenarnya serta memperkenalkan diri siapa dan apa tujuan kedatangan beliau. Mendengar keterangan tamunya ini ayah dan ibu menjadi malu karena baru saja menunjukkan foto calon mantunya justru kepada mamaknya sendiri. Akhirnya beliau selaku ‘Ulama’ dan Da’i kondang merubah strategi bicaranya dengan menyelidiki sikap ayah dan ibu atas rencana kami ini. Ayah dan Ibu menjawab dan menerangkan secara polos`bahwa beliau sangat merasa bersykur jika hal ini dapat terlaksana. Alhamdulillah pertemuan mereka berjalan dengan baik dan lancar dalam situasi kekeluargaan dan berakhir dengan happy end, dan beliau pamit untuk kembali ke Palembang.

c. Pertunangan.

Dua bulan setelah kunjungan kakanda M.Yahim Singgam menemui orang tua Iyang, pada bulan Oktober 1966 kami mendapat berita bahwa seluruh ninik mamak telah “Sepakat” untuk menerima lamaran yang yang kami ajukan. Untuk itu kembali kami bersama kakanda M.Yahim merencanakan berkunjung menemui orang tua Iyang dan sekaligus mendengarkan jawabannya dan jika memungkinkan sekaligus mengkongkritkan rencana selanjutnya. Dan pertemuan inipun berfungsi sebagai peresmian pertunangan. Alhamdulillah pertemuan terlaksana dengan baik semua rencana tercapai dan kamipun dipertunangkan dalam bentuk “Bersalaman” antara wakil kedua belah pihak. Kemudian disepakatilah Hari pernikahan kami akan dilaksanakan pada Hari Jum’at tanggal 20 Januari 1967 dirumah Iyang di Jl.Tri Jaya Tebet Barat Kecamatan Manggarai Selatan Jakarta Selatan

Berita ini disampaikan kepada semua pihak terutama Ayah dan Ibu dikampung, teman-teman kuliah, untuk mempersiapkan segala sesuatu yang mungkin dilaksanakan.

Jarak antara Hari Pertunangan dengan Hari Pernikahan hanya sekitar 3 bulan.

Pergantian hari sangat cepat sekali dirasakan akhirnya sampailah waktu yang dinanti-nantikan , Ayah dan Ibu telah tiba di Ciputat bersama adinda Rumsyah dan Honama, Kakanda M. Soleh sekeluarga dan kakanda Husni sekeluarga tidak dapat hadir karena situasi yang tidak memungkinkan.

2. Pelaksanaan Pernikahan.

a. Prosesi Aqad Nikah.

Hari yang dinanti-nanti Jum’at 20 Januari 1967 kini telah tiba , sesudah sholat subuh Ayah dan Ibu beserta seluruh keluarga yang akan mengikuti prosesi pernikahan telah siap dirumah. Timbul kecemasan pada saat itu karena mobil taksi sedan yang dipesan melalui Uni Yus (isri Pak Nazar) tidak kunjung tiba. Berhubung hari itu hari Jum’at waktu sangat terbatas maka dengan sigap teman terdekatku Burhani Madawas mengambil inisiatif dengan mencari mobil Angkot untuk membawa rombongan menuju tempat aqad nikah di Tebet Barat. Dengan mobil angkot yang sederhana sampailah kami ketempat aqad nikah tanpa hambatan. Dirumah Iyang telah menunggu seluruh keluarga terutama sekali para ninik mamak. Tiba saatnya dilaksanakanlah proses Aqad Nikah oleh Kepala KUA Manggarai Selatan dengan wali mujbir langsung orang tua Iyang Abdul Bari Arif dengan Maskawin sebuah Kitab Tafsir Alqur’an 30 Juz (kini tersimpan rapi dalam lemari ukir di desaku Arahan). Atas saran dari mamaknya H.M.Rasyid Thalib naskah Taklik thalaq tidak perlu saya baca.

Dalam musyawarah ninik mamak saya selaku “Urang Sumando” (orang datang) kedalam lingkungan keluarga Minang yang berasal dari luar suku minang diminta kesediaan untuk dimasukkan kedalam keluarga Minang yang mempunyai suku yang patut bersanding dengan Iyang yang mempunyai suku Melayu , maka ditetapkanlah saya masuk dalam suku Tanjung sebagai anak dari keluarga Nurbaiti istri H.Sayuti Thalib,SH dan diberi Gelar suku Tanjung “SUTAN MAHMUD”, maka sejak saat itu dalam lingkungan keluarga Minang saya dipanggil dengan nama adat Sutan Mahmud, yang merupakan gelar yang dilekatkan dalam bahasa minang disebut “Sutan Malakok”.

Setelah selesai prosesi Aqad Nikah, saya dan seluruh rombongan kembali ke Ciputat dengan angkot sewaan yang masih menunggu kami. Alhamdu lillah kini kami telah syah dan resmi menjadi Pasangan Suami Istri.

b. Walimatul ‘Ursy di Tebet Barat.

Dua hari setelah aqad nikah tepatnya hari Minggu 22 Januari 1967 keluarga Iyang di Tebet Barat melaksanakan walimatul “ursy (pesta perkawinan) dengan mengundang ahli famili dan teman-teman kami dari Ciputat. Pelaksanaannya cukup meriah dilaksanakan dirumah Iyang Jl.Tri Jaya Tebet Barat.

Pagi itu saya dijemput ditempat tinggal kami di Komplek IAIN Ciputat oleh perwakilan keluarga menurut adat Minang yang dipimpin oleh Bapak Sutan Sudin dengan mobil sedan mewah membawa “Carano” dan “Saluk” (Topi Kebesaran adat yang akan dipakai pada saat bersanding).

Kedatangan Sutan Sudin yang lebih akrab kami panggil “Pak Dobol” disambut dengan ketentuan adat yaitu mendengarkan petatah petitih maksud kedatangan penjemput dan makna dari carano yang dibawa serta tata cara pemakaian Saluk.

Carano diterima, Sirih pinangnya dicicipi, Saluk dipasangkan diatas kepala penganten (begitu pas ukurannya). Kemudian penjemput dipersilahkan mencicipi hidangan yang disediakan, dan acara diakhiri dengan pembacaan do’a selamat bagi pelaksanaan acara yang akan dilaksanakan, do’a ini berfungsi sebagai “Malapeh anak ka pai Manikah” melepas anak akan pergi Menikah. Setelah rampung semua acara penjemputan ini maka penganten dinaikkan kemobil penjemput dengan diiringi oleh rombongan yang akan menghadiri upacara walimah. Setelah mobil dan rombongan tiba ditempat upacara dilaksanakan upacara adat disambut dengan simburan beras`kuning oleh para “Etek dan Uni” kemudian disambut oleh Sang Raja Putri dengan pakaian kebesaran “Sunting Lengkap” kelihatan begitu berat menahan perangkat diatas`kepalanya yang terdiri dari kembang goyang dari emas begitu sarat dan ramai sehingga kelihatan kepalanya berubah menjadi tumpukan kembang goyang. Sang Penganten Putra disandingkan disamping Penganten Putri sehingga berpadulah mahkota kembang goyang yang dipakai oleh Penganten Putri dengan Saluk kebesaran yang dipakai oleh Penganten Putra. Perangkat upacara ; Pelaminan serta pakaian kedua penganten yang bernuansa Adat Kebesaran alam Minangkabau membuat situasi pesta begitu meriah dan khidmat.

Acara puncak sebelum memberikan Ucapan Selamat dengan bersalaman kepada kedua Raja sehari ini, Nasehat Perkawinan yang disampaikan seorang Tokoh terkemuka Minangkabau Buya H.Malik Ahmad (konon beliau adalah salah seorang yang ditokohkan untuk menjadi salah seorang Menteri jika PRRI direstui), beliau seorang ulama’ yang sangat berwibawa dan disegani oleh seluruh masyarakat Minang baik dirantau maupun di Sumatera Barat. Mendengar suara khas beliau dan berwibawa ini situasi menjadi hening dan khidmat yang diakhiri oleh beliau dengan lantunan do’a.

Acara walimah diakhiri dengan pemberian ucapan selamat kepada kedua mempelai dan makan siang bersama. Semua acara dalam upacara ini berjalan dengan baik dan lancar . Alhamdu lillah.

Selesai acara rombongan keluarga dan teman kembali ke Ciputat dan saya sendiri tinggal dirumah Iyang di Tebet Barat untuk mengikuti acara khusus keluarga diantaranya menikmati gulai “Rendang Kebesaran” yang hanya dihidangkan untuk penganten setelah selesai seluruh rangkaian walimah serta hidangan Gulai “Kapalo Kambing” yang dimasak secara khusus yang akan dinikmati oleh keluarga inti yang hadir nati malamnya. Sejak saat itu saya mulai menggunakan panggilan “Iyang” kepada istri tersayang dan Iyang memanggil suaminya dengan panggilan “Uda”.

c. Walimatul “Ursy di Aula IAIN Syarif Hidayatllah Ciputat.

Para tokoh mahasiswa yang tergabung dalam organisai extra universiter HMI dan PMII merasa`bahwa perkawinan kami merupakan salah satu tonggak dalam mengakhiri “perseteruan” kedua organisasi ini. Mereka meminta agar dilaksanakan walimatul ‘Ursy kami dilingkungan Kampus IAIN Ciputat . Untuk itu semua organisasi tempat kami beraktifitas ; KEMAS, HMI,PMII, GP.ANSOR,N.A, SENAT MAHASISWA FAK.TARBIYAH mendukung rencana ini sehingga terjadilah Walimatul ‘Ursy , yang merupakan “Walimatul ‘Ursy Perdana” bagi Kampus IAIN Ciputat yang dilaksanakan pada hari Sabtu jam 20.WIB s/d selesai tanggal 28 Januari 1967 diaula lantai dua Gedung IAIN Syahid Jakarta.

Kakanda M.Yahim Singgam dan teman-teman anggota KEMAS merupakan tenaga utama dalam mensukseskan acara ini, dengan segala keterbatasan dana maka dilaksanakanlah acara ini. Sebagai pengganti pakaian penganten (Penganggon) maka Ayuk Zumaidy meminjamkan semua perhiasan emasnya untuk dipakai sebagai asesoris pengantin putri dalam acara ini.

Acara dihadiri oleh seluruh tokoh organisasi tempat kami berkiprah di Ciputat, para Dosen kami dan tokoh-tokoh masyarakat Ciputat serta teman-teman dekat. Sambutan atas nama keluarga disampaikan oleh tokoh Mahasiswa berasal dari Lampung Zainal Musa,BA, dan sambutan serta nasehat disampaikan oleh Pembantu Rektor IAIN Syarif Hidayatllah Jakarta Bapak Drs.Mas’udi. Acara berjalan dengan lancar dan khidmat dalam situasi kesedehanaan. Dengan terlaksananya acara ini maka lengkaplah kegiatan yang kami lakukan dalam mempersiapkan pembinaan Rumah tangga kami selanjutnya.

3.Sesudah menikah.

Sesudah menikah kami bertempat tinggal di Komplek Perumahan IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat Jakarta, saya bertugas sebagai Pengawas` Mahasiswa Tugas Belajar di Perguruan Tinggi tersebut. Mahasiswa IAIN pada saat itu sebagian besar adalah mahasiswa tugas belajar yang berstatus Pegawai Negeri Sipil dan sudah bekeluarga tinggal di Komplek IAIN , dan disebelah selatan terletak Komplek Dosen IAIN. Tugas saya dikantor Sekretariat Fakultas Tarbiyah mencatat, melayani dan melaporkan kegiatan mahasiswa tugas belajar kepada Direktorat Pendidikan Agama Departemen Agama Pusat.Mengurus tunjangan belajar seperti untuk pembelian buku, penggantian biaya pembuatan Paper/kertas kerja dan Skripsi, biaya perjalanandinas mahasiswa dan biaya melakukan Riset mahasiswa.. Untuk melayani kebutuhan selaku Pegawai Negeri Sipil seperti jatah beras, jatah minyak tanah dan kebutuhan pokok lainnya dibentuk Koperasi Pegawai Negeri, dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) saya ditunjuk sebagai anggota pengurus bidang Usaha.

Iyang selaku ibu Rumah Tangga muda yang dikenal sebagai tokoh dan aktifis mahasiswa sangat didambakan oleh ibu-ibu Komplek terutama dalam kegiatan organisasi Persatuan Istri Keluarga IAIN (PRISKIAIN) yang beranggotakan para istri mahasiswa dan istri Dosen , Iyang ditunjuk menjadi Ketuanya sedangkan sekretaris Ibu Lujito istri Pembantu Rektor, sehingga menambah kesibukannya sehari-hari. Sejak kami menikah kegiatan perkuliahan Iyang dihentikannya sampai Tingkat III ( Bakaloreat).

Adapun kegiatan di organisasi KEMAS tetap diikuti, sedangkan kegiatan organisasi lainnya mulai dikurangi.

Dirumah tinggal bersama kami adik kandungku A.Fanani Zubir dan M.Djali Affandi teman sejak di PGAP Tanjung Karang tahun 1956 . Dia adalah mahasiswa adik kelas yang setingkat dengan Iyang.

a. Berkunjung kedesa kelahiran.

Pada bulan Maret 1967 dua bulan setelah pernikahan kami berkunjung menemui orang tua di kampung Arahan Lahat sekaligus melaksanakan syukuran. Perjalanan kami didampingi nenek Iyang yang akrab dipanggil “UWAIK” yang telah berumur 70 tahun . Fisik beliau begitu tegar , ingin selalu mendampingi cucu kesayangannya dalam perjalanan jauh ini. Apalagi pada saat itu cucunya telah dinyatakan positif hamil oleh dokter. Diperjalanan menuju Lahat kami mampir di kota Baturaja karena disini tinggal adik ayah Iyang bernama Pak Tamam bersama keluarga lainnya yang mempunyai Rumah Makan Minang “Telaga Biru” didepan Stasiun Kreta Api Baturaja. Mereka antusias sekali menerima kedatangan kami karena pada masa mudanya mereka pernah tinggal dirumah keluarga Iyang di Palembang. Dari Baturaja dengan Kreta Api kami melanjutkan perjalanan menuju Prabumulih kemudian pindah Kreta Api untuk melanjutkan perjalanan ke Desa Arahan. Dikota Muara Enim kami turun dan berganti kendaraan mobil (Angkot) menuju desa Arahan karena Kereta api yang kami tumpangi tidak berhenti di Desa Arahan (stasiun Banjarsari).

Sesampainya kami didesa Arahan semua keluarga terutama ayah, ibu kakanda Husni, adinda Rumsyah dan masyarakat pada umumnya merasa terkejut atas`kedatangan kami, karena kepulangan kami tidak diberitakan sebelumnya, sehingga merupakan” surprise “ bagi mereka.

Dikampung keluarga melaksanakan acara “Syukuran” atas kepulangan kami dengan mengundang sanak famili. Kenangan khusus kepada Uwaik dalam pelaksanaan acara ini beliau dengan semangat tinggi menyumbangkan tenaga dan keahlian beliau untuk memasak “Gulai kambing dengan bumbu yang beliau racik sendiri, merupakan gulai “Utama dan Sedap” dalam acara malam syukuran ini.

Selama dikampung kami menikmati keindahan sungai Lematang dengan mandi dan berenang disungai yang deras dan dalam ini. Masyarakat kagum melihat ketrampilan Iyang menyelam dan berenang (mereka tidak tahu kalau Iyang itu “antu banyu”sungai Musi yang berasal dari Danau Maninjau).

Kami berkesempatan berkunjung kepada ahli famili di desa sekitar dan kota Muara Enim, Tanjung Enim. Pergi ke kota Lahat untuk berkonsultasi dengan dokter tentang kondisi kesehatan kami.

Setelah satu minggu berada dikampung kami kembali ke Jakarta dan mampir di Kota Tanjung Karang untuk menemui kakanda M.Soleh Zubir yang tinggal di Tanjung Bintang.

Perjalanan panjang dan lama yang melelahkan itu mendapat “barkah” dari Allah swt, tidak ada suatu hambatan yang berarti, semua rencana berjalan dengan baik dan terlaksana dengan sukses..

Dan suatu kenangan yang sangat terkesan bagi kami dan keluarga di Jakarta adalah semangat Uwaik yang begitu tinggi mendampingi cucu kesayangannya untuk berkunjung ke desa Arahan (kampung suami cucunya), walaupun umurnya sudah sepuh menempuh perjalanan jauh dan melelahkan namun tidak tampak keletihan pada diri beliau.

Kini kami telah kembali ke Jakarta dengan selamat dan puas.Alhamdulillah.

c. Pindah rumah ke Tebet Timur

Kami menikah pada tanggal 20 Januari 1967. Pada tanggl 23 Oktober 1967 lahirlah buah hati kami yang pertama yang kami beri nama Herdiansyah. Pada saat itu ayah Iyang Abd.Bari Arif mulai menamakan dirinya Babo, suatu panggilan manja cucu dari anak perempuan. Herdiansyah sehari-hari kami panggil “Herdi” merupakan putra/cucu/cicit pertama pada generasinya dalam keluarga Iyang. Tidaklah heran jika Babonya hampir setiap hari datang menemui cucunya ke Ciputat walau jaraknya cukup jauh dengan tempat tinggal mereka di Tebet Barat. Menyadari situasi dan kondisi ini serta menyambut tawaran keluarga untuk menempati Rumah Mamak Iyang yang kosong di Tebet Timur maka sejak Herdi berumur 100 hari pada bulan Januari 1968 kami meninggalkan Komplek IAIN Ciputat dan hijrah Ke Jl. Kemajuan Tiga (kini Tebet Timur I A) nomor 3 Rt. 0012 RW.05 Kelurahan Tebet Timur Kecamatan Tebet Jakarta Selatan. Dan tempat tugaspun pindah menjadi Guru PGAN Jakarta di Mampang Prapatan sekitar Tebet.

Tidak ada komentar: