Selasa, 16 Juni 2009

MEMBINA RUMAH TANGGA "SAMARA" (1)

A. PENDAHULUAN.

Rasulullah saw banyak sekali memberikan petunjuk kepada ummatnya untuk membina keluarga, sejak dari mencari jodoh, kriteria calon jodoh yang ideal, cara melamar sampai kepada prilaku dan sikap seorang suami atau isteri dalam membina Rumah tangga. Jika petunjuk-petunjuk beliau itu diikuti dan dilaksanakan dengan baik maka akan terciptalah Rumah tangga yang aman dan tentram dibawah naugan “Ridlo Allah swt” dan Rumah tangga ini berfungsi sebagai “Surga” bagi keluarga, sebagaimana diucapkan Rasulullah s.aw. dalam sabdanya :

“Baiti Jannati” - “Rumahku Syurgaku” suatu keluarga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah, Inilah yang kami maksudkan Rumah tangga “SAMARA.

Setiap orang sangat mendambakan Rumah tangga yang ideal , namun banyak kendala yang dihadapinya misalnya kurang dapat memadukan kedua sifat yang berbeda antara suami dan isteri, demikian juga pengaruh negatif dari luar (faktor extern), dan ada juga karena faktor ekonomi yang dihadapi dengan sifat yang kurang sabar, akhirnya rumah tangga menjadi berantakan sehingga tidak menemukan Rumah tangga yang dicita-citakan, Na’uzu billahi min dzalik.

Kini kami telah mengharungi lautan dengan ombak dan badainya dalam membina rumah tangga selama 40 tahun dalam situasi yang Stabil dan terkendali, sehingga anak-anak cucu mengadakan Syukuran Akbar atas situasi ini pada saat Hari Ulang Tahun Perkawinan kami ke 40 , tepatnya tanggal 20 Januari 2007, sambil menyambut kelahiran cucu yang ke tujuh dirumah ananda Ahmad Hamami di Gardenia Estate. (Baca Acara Syukuran Akbar).

Apa yang kami dambakan syukur alhamdulillah telah kami dapatkan,kini tengah menikmati HariTua” yang ditopang oleh anak-anak yang sudah mandiri. Untuk mengenang liku-liku kehidupan yang telah kami lalui, menjelang usia lanjut ini ingin mewariskan “Nilai-nilai dan Semangat Juang” menghadapi dialektika kehidupan kepada Anak cucu dan zuriyat yang mungkin dapat mereka jadikan sebagai “Pembanding” dalam menapak kehidupan mereka. Tulisan ini di beri judul :

“ MEMBINA RUMAH TANGGA SAMARA”

Dalam tulisan dan uraian ini kami ungkapkan apa adanya menurut apa yang kami ingat dari pengalaman masa lalu. Mungkin Pembaca akan menemukan kejanggalan dan kekurangannya , hal ini kami anggap wajar-wajar saja. Namun ingin kami nyatakan bahwa jika dalam tulisan ini kami menyebutkan “Person-Nama” dan “Kepedulian kami” kepada mereka tidak ada sama sekali terniat oleh kami untuk mengungkit dan menonjolkan Jasa kami dan mengecilkan serta menyinggung mereka, tetapi dengan tujuan agar anak cucu dan zuriyat kami dapat melanjutkan dan menyambung “silaturrahim” kepada mereka karena mereka telah kami anggap sebagai anggota keluarga.

Demikian juga dalam tulisan ini banyak sekali kami menampilkan pran aktif Iyang sebagai istri dan pendamping hidup saya, inipun tidak bermaksud ingin menonjolkan kelebihan yang dimilikinya tetapi kami tulis apa adanya bagaimana kiprah, dukungan, kesabaran dan penderitaan yang Iyang berikan saat mendampingi saya dalam menapak liku-liku kehidupan.

Akhirnya tulisan ini ditampilkan dalam rangka melaksanakan salah satu firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Adl-Dluha ayat 11 yang berbunyi :

“ FA AMMA BINI’MATI ROBBIKA FAHADDITS”

(Nikmat Allah hendaklah diungkapkan)

  1. Jati Diri.

Orang tua memberi saya nama AHMAD BAIDLAWI dengan lafaz dan dialek “Arab” atas petunjuk dari seorang ‘ulama’ desa kami K.H.A.Dahlan alumni Pondok Pesantren Al Khairiyah Citangkil Banten dan beberapa Pondok Pesantren lainnya di P. Jawa. Nama Ini diambil dari nama seorang ‘ulama’ tafsir Al Qur’an Timur Tengah dengan harapan agar dapat mengikuti jejak beliau sebagai ‘Ulama’. Dialek desa kami sulit mengucapkan kata BAIDLAWI sesuai dengan aselinya sehingga berobah menjadi BIDAWI lengkapnya AHMAD BIDAWI ZUBIR, kemudian kata/nama inilah yang digunakan sebagai nama resmi atau identitas dalam Pendidikan, Pegawai Negeri, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Pasport dan Identitas Resmi lainnya.

Ayah bernama Muhammad Zubir sehari-hari kami (anak-anaknya) memanggil beliau “BAPAK” sedangkan orang-orang kampung kami memanggil beliau Masubir, putra ke empat dari pasangan nenenda Yaunah dan Haji Abdul Shomad bin Haji Muhammad Nur alias Derunuk bin Singki Lingkring. Saudara ayah sebanyak empat orang masing-masing bernama Abdul Manan, Mohammad Adnan, Mohammad Kari dan Abdul Muis.

Ibu bernama Nurayu binti Abdul Kusir, sehari hari kami (anak-anaknya) memanggil beliau “ENDUK” mempunyai 6 orang saudara masing-masing bernama:Suriam, Salna, Abdul Karim, Siti Rohani, H. Marsyid dan Abul Hasan.

Saya dilahirkan di Desa Arahan pinggir sungai Lematang, Marga Puntang Suku Merapi Kecamatan Merapi Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan pada hari Selasa tanggal 14 Agustus 1942. Anak ke 8 dari 10 orang bersaudara, 9 orang laki-laki dan satu orang (sibungsu) perempuan bernama ROMSYAH.

5 orang meninggal di usia bayi yaitu nomor 1.Mohamad Amin, 2, Budin, 3,4, Ahmad dan Muhammad (kembar) dan nomor 6 kembali diberi nama Mohammad Amin. Sedangkan nomor 7 (M.Husni) meninggal tahun 1995 berumur 55 tahun dan nomor 9 bernama (H.Ahmad Fanani) meninggal pada tahun 2001 berumur 56 tahun. Sejak tahun 2001 kami tinggal tiga bersaudara yaitu saya sendiri Drs.H.A.Bidawi Zubir menetap di Jakarta, Kakanda M.Soleh tinggal di Tanjung Bintang Lampung Selatan dan Adinda Hj. Romsyah menetap di desa kami Arahan.

2. Menemukan Teman yang Ideal.

Dalam situasi santai sekarang ini terkenang masa lalu ditahun 1963 saat bertemu dan berkenalan dengan seorang Mahasiwi baru di Kampus IAIN Ciputat dan lebih akrab lagi setelah bersama-sama dalam kegiatan Organisasi Peguyuban Mahasiswa yang berasal dari daerah Sumatera Bagian Selatan “KEMAS”( Keluarga Mahasiswa Andalas Selatan) yang terdiri Propinsi Palembang, Lampung, Jambi, Bengkulu dan Bangka Belitung.

Dia adalah Mahasiswi baru yang nampak feminin selalu memakai busana “Kebaya” namun berpenampilan penuh semangat, berasal dari Ranah Minang namun dibesarkan dipinggir Sungai Musi sehingga terkesan bahwa Dio adalah Wong Kito Nian. Jika dia berbicara Bahasa Palembang, dialek dan intonasinya tidak terdengar Bahasa Ibu (Minang) sehingga tidak meragukan lagi bahwa dia adalah warga yang tidak bisa berpisah dengan Pempek dan Kapal Selam. Dalam pergaulan seharihari dia lebih akrab bergaul dengan Mahasiswa yang berasal dari Sumbagsel dengan organisasi KEMAS dari pada dengan para Mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Mahasiswa Minang ASA (Awak Samo Awak).

Rupanya dia adalah seorang aktifis Pendiri PII di Sumatera Selatan pada tahun 1960 han, kegiatan Organisasi merupakan hobbynya sehingga dalam Peguyuban KEMAS dia ditunjuk sebagai salah seorang Pengurus inti. Sebagai seorang aktifis PII maka diorganisasi ekstra universiter Kampus IAIN Ciputat beliau diangkat sebagai salah seorang pengurus inti HMI Cabang Ciputat disaat kepemimpinan Cabang diketuai oleh Cak Nur (Nurcholis Majid). Pada saat itu saya sendiri tercatat sebagai salah seorang Ketua PMII Cabang Ciputat. Namun kami yang sama-sama aktifis pada organisasi ektra universiter bersatu dalam kegiatan intra unversiter yaitu Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah saya sebagai SekretarisUmum dan dia sebagai Bendahara Umum dan Ketua Umumnya adalah Abdul Munir Sany yang berasal dari Riau.

Mahasiswi baru yang berpenampilan feminin dan aktifis organisasi ini adalah SUMIARTY ABSYAR yang sehari-hari dirumah dipanggil dengan panggilan kesayangan IYANG dan dikampus dengan panggilan SUM. Setelah saling mengenal beberapa tahun baik dalam kegiatan organisasi intra universiter maupun dalam organisasi Peguyuban Mahasiswa Sumbagsel KEMAS, terbetik dihati ingin mengenalnya lebih jauh lagi untuk tujuan khusus. Rupanya kata berjawab gayung bersam\but, hal ini diketahui pada saat saya mengirim utusan untuk bersilaturrahim kerumah orang tuanya yang berada dikawasan Tebet Barat. Kunjungan diwakili oleh Kakanda M.Yahim Singgam teman Mahasiswa berasal dari Tanjung Sakti Pagar Alam dan isterinya (ayuk Suliana) yang sangat mendukung persahabatan kami karena kami sering mengadakan pertemuan dirumah beliau sambil bermain dengan putra tertua mereka Edy Heraldy yang lucu baru berumur satu tahun.

Dari pertemuan silaturrahim ini dapat diketahui bahwa Iyang masih berstatus bebas dan belum ada jodoh yang yang disiapkan oleh orang tuanya sehingga masih ada kesempatan bagi saya untuk berpacu. Alhamdu lillah.

Tidak ada komentar: